Jabatannya Dipangkas, Begini Pendapat Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam Putusan

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyatakan bahwa masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah hak memilih dan dipilih dari para hakim konstitusi. Sehingga menurutnya persoalan tersebut sudah sepantasnya dikembalikan ke pemangku hak, yakni para hakim konstitusi. Anwar Usman menyatakan hal tersebut lewat dissenting opinion putusan perkara nomor 96/PUU XVIII/2020 terkait gugatan uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

“Menimbang bahwa terkait dengan permohonan pengujian Pasal 87 huruf a UU Nomor 7/2020 menyangkut masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, karena jabatan dimaksud merupakan bagian dari hak memilih dan dipilih dari para Hakim Konstitusi, maka sudah selayaknya dan sewajarnya, jika persoalan tersebut dikembalikan kepada pemangku hak, yakni para Hakim Konstitusi,” ungkap Anwar Usman lewat dissenting opinion di persidangan, Senin (20/6/2022). Anwar Usman mengatakan, meski para pembentuk UU berkeinginan menjaga proses transisi kepemimpinan MK, namun keinginan tersebut juga harus dikembalikan kepada pemangku hak yakni kesembilan hakim konstitusi menentukan ketua dan wakil ketua. “Meskipun dapat dipahami bahwa kehendak para pembentuk UU berkeinginan untuk menjaga proses transisional kepemimpinan di Mahkamah Konstitusi dapat berjalan dengan baik dan lancar, namun keinginan tersebut harus tetap dikembalikan kepada pemangku hak,” terang Anwar Usman.

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan permohonan Pemohon dalam perkara Nomor 96/PUU XVIII/2020 ini. Gugatan nomor perkara 96/PUU XVIII/2020 yang dikabulkan adalah Pasal 87 huruf a yang berbunyi: “Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang undang ini.”

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 87 huruf a Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekutan hukum mengikat. Dengan dikabulkannya gugatan tersebut, maka akan berimbas pada masa jabatan ketua dan wakil ketua MK yang saat ini menjabat, yakni Anwar Usman dan Aswanto. Keduanya menjabat ketika UU Nomor 8 Tahun 2011 masih berlaku. Namun, periodisasi masa jabatan keduanya berubah setelah diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 2020, yakni menjadi lima tahun.

Bila berdasarkan UU sebelumnya, yakni UU Nomor 24 Tahun 2003, satu periode masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah selama tiga tahun, sebelum akhirnya kembali diubah menjadi 2 tahun 6 bulan melalui UU Nomor 8 Tahun 2011. Hal tersebut dijelaskan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang putusan. "Oleh karena itu, dalam waktu paling lama sembilan bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ucap Enny.

Sidang permohonan perkara Nomor 96/PUU XVIII/2020 ini diajukan oleh Priyanto yang berprofesi sebagai advokat. Adapun objek permohonan Priyanto yaitu pengujian materiil Pasal 87 huruf a dan huruf b UU MK terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Namun, pasal 87 huruf b ditolak MK karena tidak beralasan menurut hukum.

Adapun Pasal 87 huruf b berbunyi: “Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *