Mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan menyatakan, penggunaan jet pribadi saat hendak bertemu keluarga almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ke Jambi adalah keputusannya. Hal itu diungkapkan Hendra Kurniawan dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan berencana Yoshua, atas terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Mulanya, Hendra Kurniawan menceritakan soal persiapan keberangkatan beberapa anggota untuk menjelaskan kronologi ke keluarga Yoshua di Jambi pada 11 Juli 2022.
Saat itu, ada beberapa anggota yang diperintahkan berangkat yakni mantan Kabag Gakkum Biro Provost Divisi Propam Polri Susanto Haris, eks Kanit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Rifaizal Samual, dan mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri Agus Nurpatria. Sejatinya kata Hendra, penerbangan itu dilakukan menggunakan penerbangan komersial. Akan tetapi, pihaknya mengaku kehabisan tiket. "Karena tiket juga tidak ada. Adanya di pagi hari sama ada di siang. Untuk sore sudah penuh," kata Hendra dalam persidangan, Selasa (6/12/2022). Karena kehabisan tiket penerbangan itu, akhirnya Hendra Kurniawan beserta rombongan terpaksa menyewa jet pribadi.
Dirinya memastikan kalau jet pribadi yang disewanya itu sudah disetujui oleh Ferdy Sambo. "Saya lapor di hari Senin. Sebelumnya saya bilang ‘ini tiket enggak ada bang. Coba saya cari private jet’. Terus Pak FS bilang ‘ya sudah coba aja’," jelas Hendra. Alhasil, saat itu, Hendra beserta rombongan pergi terbang ke Jambi dengan menggunakan pesawat jet pribadi dan tiba di kediaman Yoshua setelah almarhum dikuburkan.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Brigjen pol Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat membeberkan, uang yang digunakan untuk menyewa pesawat jet pribadi arahan Ferdy Sambo merupakan uang pribadi dari kliennya. Diketahui, penyewaan pesawat jet pribadi itu untuk mengantarkan peti jenazah dari Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J ke Jambi sekaligus mengunjungi keluarga Yosua. "Jet pribadi, dia (Hendra Kurniawan, red) katakan nyewa perusahaan yang profesional dan dia bayar," kata Henry saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022).
Secara garis besar, Henry menyebut kalau kliennya tidak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi atas kematian Brigadir J. Hal itu bahkan termasuk saat diperintah untuk berangkat memakai pesawat pribadi mengantarkan peti jenazah Yosua. "Dari mana uangnya itu? Beberapa hari sebelumnya dia pernah narik cash berapa ratus juta karena dia menyelenggarakan turnamen mancing di Pluit sebagaimana waktu ditelepon Sambo," kata Henry.
Berdasarkan pengakuan dari Henry, uang yang dikeluarkan oleh Brigjen Hendra Kurniawan untuk menyewa pesawat jet pribadi itu senilai Rp300 juta. Namun ternyata, uang tersebut belum dikembalikan oleh Ferdy Sambo selaku orang yang memerintahkan hingga kasus ini sudah bergulir ke pengadilan. "Sampai sekarang uang itu belum diganti katanya. Dia (Hendra Kurniawan, red) tunjukkan kepada saya bukti dia narik uang itu. Ya yang nyuruh si Sambo. 300 juta pulang pergi," tukasnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu. Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati. Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo. Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.